Tampilkan postingan dengan label Tentang Muslimah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tentang Muslimah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 10 Oktober 2013

Kenapa Harus Wanita Sholihah???


Bismillah…
Terkadang orang heran dan bertanya, kenapa harus mereka?

Yang bajunya panjang, tertutup rapat, dan malu-malu kalau berjalan..

Aku menjawab.. Karena mereka, lebih rela bangun pagi menyiapkan sarapan buat sang suami dibanding tidur bersama mimpi yang kebanyakan dilakukan oleh perempuan lain saat ini..
Ada juga yang bertanya, mengapa harus mereka?

Selasa, 08 Oktober 2013

Jangan Salahkan Jilbab Muslimah

Memang benar, mengukur keshalihan seorang wanita bukan diukur dari panjang kerudungnya dan bukan dari lebar jilbabnya karena yang bisa melihat shalihahnya seorang wanita itu hanya Allah swt.
Tapi perintah menjulurkan kain kerudung hingga menutupi dada sudah jelas ada dalam Qur'an surat An-Nuur ayat 31 dan perintah memakai jilbabnya ke seluruh tubuhnya ada di Surat Al-Ahzab ayat 59

Masalah akhlak yang tidak sesuai, biarlah itu urusan dia dengan Allah swt., kita hanya berkewajiban menegurnya. Apabila nasihat kita tidak di gubris, itu pilihannya. Setiap pilihan pasti ada balasan. Sebaik-baik Pembalas adalah Allah swt.

Jadi, jika menemukan wanita yang berjilbab tapi akhlaknya tidak benar, jangan salahkan JILBABNYA, karena ISLAM tidak mengajarkan agar wanita merendahkan harga diri...
keep hamasah, salam ukhuwah fillah. ^_^

Kamis, 13 Desember 2012

Akhwat Gaul, Seperti Apa sih?

 

Akhwat Gaul, Seperti Apa sih?

Seorang teman pernah bertanya padaku, "sssst… sebenernya arti gaul itu apaan si?", refleks aku agak sedikit kaget kenapa dia mendadak menanyakan itu padaku.

"Hmm, apaan yah? mungkin gaul itu supel, trus temennya banyak, bener ga yah? hehe" (sambil menggaruk-garuk kepala berbalut jilbab unguku). 


Kalo menurut kamus besar bahasa Indonesia, gaul adalah hidup berteman (bersahabat). Namun arti gaul sekarang sudah mengalami perluasan, tidak hanya seseorang yang supel atau mempunyai teman banyak. Ada yang mengatakan bahwa gaul itu anak band, yang suka nongkrong di mall, yang suka
haha hihi, yang kemana-mana pake mobil disupirin sopir (angkot kali ya, hehe…). Ada juga yang beranggapan bahwa gak gaul kalo gak punya pacar, jomblo cupu abiieez.
Bahkan, ada seorang teman yang berkata begini, "Gue bingung sama remaja sekarang, arti gaul secara harfiah itu udah bergeser ya? Buktinya sekarang setiap gue nongkrong di Tebet, semuanya pada pake BB (Blackberry). Terus, setiap nyengir pasti ada behel nyempil di gigi. Kayak gitu ya anak gaul sekarang? Gue ngga make behel, terus gue juga ngga punya BB, berarti gue bukan anak gaul dong!" celoteh temanku sambil memasukkan combro ke dalam mulutnya.

Ada cerita lucu yang pernah aku alami, jadi ceritanya aku baru sampai lobi fakultas, saat aku sedang menunggu lift, kakak kelas menghampiriku, "Wiih, Sist sekarang pake behel ya? Jangan-jangan hapenya BB, akhwat gaul dong..." kata kakak kelasku sambil nyengir, 


"Gaul dari mana, behel mah buat perbaikin gigi aku yang berantakan kak" 


"Tapi hapenya BB kan?" 


"BB dari tambun, mana ada duit buat beli Bb, lihat ni kak....." Trarara....keluarlah
Sony Ericsson jadul alias purba dari dalam tas.

Duh… remaja belomba-lomba menghias diri dengan perkakas gaul. Yang udah ngerasa gaul makin gaul, yang belum gaul, mencari cara supaya gaul. Dengan pake baju gaul, tas gaul, sepatu gaul, hape gaul, sampe tempat nongkrong gaul. Semua itu hanya supaya dikatakan gaul. Akan terbersit rasa bangga apabila dikatakan gaul. "Nih gue gito loh! Gaol gila gue…" 


Yang lebih miris, terdapat para orang tua yang malahan malu saat anaknya tidak mempunyai pacar. Takut dibilang anaknya ngga laku ya bu? Ada pula orang tua yang berbangga hati saat anaknya berpenampilan layaknya selebritis,
kinclong bling bling.
Bahkan sampai ada ibu-ibu yang dengan sukarela memberi anaknya limpahan uang untuk bersenang- senang supaya anaknya layak dikatakan gaul oleh teman-teman sesama arisan. Lagi- lagi karena gengsi. Gengsi ah kalo gak punya mobil, gengsi ah kalo ngga punya Iphone.

Begitulah fenomena remaja saat ini, dimana arus globalisasi semakin menerjang, kemiskinan semakin merangrang.

Lalu akhwat gaul itu seperti apa sch?

Mungkin bisa dimulai dari pengertian akhwat. Akhwat berasal dari bahasa arab yang berarti saudara perempuan. Kata akhwat dewasa ini telah mengalami penyempitan makna. Ada yang berpendapat bahwa akhwat adalah wanita yang berjilbab luebaar beud dah, ada pula yang mengartikan sebagai wanita yang telah mengenal islam dan berperilaku sebagaimana wanita muslimin. Jadi menurut 'kamus besar amel', akhwat gaul adalah wanita berakhlak Islami yang mana dengan kesupelannya memudahkannya untuk beradaptasi sehingga diperoleh kemudahan dalam berdakwah kepada orang lain. 


Akhwat gaul tidak bisa dilihat dari merek tas atau sepatunya, bahkan hapenya, namun akhwat dapat dikatakan gaul saat dia berhasil dalam berdakwah dengan kelembutan. Terus gimana kalo ada ikhwan yang bilang gini, "akhwat itu sama yang lain bae, tapi sama ane kok jutek ya?" 


Jagalah pandanganmu ya akhi. “Wanita terbaik adalah wanita yang tidak dipandang dan tidak memandang" (Saidatina Aisyah) 

So, jadilah akhwat gaul yang berakhlak Islami, jangan jadikan gengsi maupun perhiasan dunia melalaikanmu dari nikmatnya berdakwah. [Siti Mashithoh]

Compas :http://www.voa-islam.com

Jadi Akhwat Kudu Kuat

          Akhwat, sebutan ini biasanya diberikan buat wanita sholeha yang identik dengan kerudung raksasa dan jilbab longgarnya. Akhwat juga sangat menjaga diri dari hal-hal yang bertentangan dengan agama. Saat ketemu dengan saudari seiman, senyum dan salam selalu menghiasi wajah dan lisannya. Diapun juga senantiasa menjaga pandangan dari laki- laki bukan mahram. Dan yang paling dikenal dari sosoknya adalah rasa malu, yang membuatnya semakin terlihat cantik.
Seorang akhwat juga seringkali diidentikan dengan kelembutan. Tapi lembut bukan berarti lemah dan cengeng. Tapi... gimana dunk dengan fenomena yang ada sekarang ini, dimana beberapa akhwat yang rajin banget update status di dunia maya tentang curahan hati mereka?Bahasa yang mereka pakai juga romantis mendayu- dayu, atau trenyuh sekalian, yang intinya dipasang untuk mewakili hatinya yang lagi galau. Padahal kalau jaman dulu buku diari tuh disimpan dan di jaga banget biar orang nggak tau, tapi sekarang makin banyak diumbar biar semua orang ngerti. Nggak tahu tujuannya biar membuat orang iba sama dia atau justru menarik simpati (khususnya para ikhwan).

Minggu, 25 November 2012

Emang Akhwat Bisa Jatuh Cinta?!


Wah, ngomongin tentang cinta. Akhwat?! Jatuh cinta?! Emang bisa?!

Woi, woi, akhwat juga manusia, akhwat juga bisa jatuh cinta, seakhwatnya akhwat juga punya rasa cinta, benci, suka, dll.
Nih, salah satu contoh percakapan dua orang akhwat:
Nayla: “ras, mau nanya donk!”
Laras: “nanya apa?!“
Nayla: “tapi, kamu jawab yang jujur ya!”
Laras: “iya, emang apa?”
Nayla: “kamu pernah jatuh cinta ga?”
Laras terdiam cukup lama. Sambil berjalan di gang yang tak begitu lebar, Laras menanyakan pada dirinya sendiri: ”Pernahkah aku jatuh cinta?”
Nayla yang berjalan di depan Laras memperlambat langkah agar mereka bisa berjalan sejajar dan Nayla menunggu jawaban dari Laras.
Laras: “iya, pasti-lah pernah!” (bohong, jika ada yang mengatakan tidak pernah jatuh cinta, pikir Laras)
Nayla: “sama ikhwan?! Baru-baru ini?! (Nayla hanya memastikan bahwa sahabatnya itu pernah jatuh cinta dengan ikhwan; akhwat jatuh cinta sama ikhwan!)
Laras: “emmm, mungkin lebih tepatnya kagum! Ya, kagum! Hanya sebatas itu.” (Laras mengoreksi jawabannya. Laras pikir selama ini rasa itu hanya sebatas rasa kagum, gak lebih)
Nayla: “yup! Lebih tepatnya kagum! Aku kira orang kayak kamu gak bisa jatuh cinta!”
Laras: “loh, kenapa kamu mikir kayak gitu?!”
Nayla: “ya, akhwat kayak kamu itu kayaknya gak mungkin punya perasaan apa-apa sama ikhwan, gak mungkin jatuh cinta. Kamu itu kalem, pendiem, berwibawa banget. Ya gak mungkin-lah.”
Laras: “Tapi, nyatanya, aku bisa kagum juga kan sama ikhwan?! Itu mah fitrah kali!”
Yup! Yang namanya kagum, apalagi kagum antar lawan jenis, hal itu mah wajar-wajar aja. Yang gak wajar itu, kalo rasa kagum yang ada pada diri kita malah membuat kita melakukan hal-hal yang gak sepantasnya dilakukan (apaan tuh?!), apalagi oleh ikhwan akhwat loh. Berat euy sandangan ikhwan akhwat itu. Yang ada di pikiran kebanyakan orang nih, yang namanya ikhwan akhwat itu gak nganut yang namanya pacaran. Ikhwan akhwat lebih nganut system ta’aruf sebelum nikah. Gaya pacaran ikhwan akhwat, ya setelah mereka nikah nanti.
Nih, bukti kalo orang umumnya udah nganggap ikhwan akhwat gak nganut system pacaran.
Di sela-sela praktikum ada sebuah kelompok yang isinya perempuan semuanya bahkan asisten laboratoriumnya (aslab) juga perempuan. Saat menunggu campuran di refluks, yang namanya perempuan kalo lagi gak ada kerjaan pasti ngobrol-ngobrol. Nah, di saat-saat menunggu itulah, terjadi sebuah obrolan di antara kelompok itu bersama aslab-nya. Dan yang diomongin sama perempuan ya gak jauh dari laki-laki. Mereka membicarakan tentang pacar mereka satu persatu. Di kelompok tersebut ada seorang akhwat. Nah, ketika semuanya telah bergiliran menceritakan tentang pacarnya, tinggal si akhwat inilah yang belum bercerita. Kemudian akhwat ini bertanya: “Kok pada gak nanyain aku sih?”, dengan gaya sok lugunya.
Sang aslab-pun langsung spontan menjawab: “kalo kamu mah gak usah ditanyain, nanti juga tiba-tiba undangan nyampe di tanganku.”
Ya, itulah pandangan orang pada umumnya tentang ikhwan akhwat yang gak nganut system pacaran.
Lantas, bagaimana sebenarnya kondisi interaksi ikhwan akhwat itu sendiri?! Apakah seperti yang di duga kebanyakan orang pada umumnya?! Akankah interaksi yang dilihat selama ini di luaran sama seperti yang aslinya?!
Banyak orang yang memperhatikan bahwa ikhwan akhwat itu sangat menjaga dalam berinteraksi. Namun terkadang, ikhwan akhwat juga bisa khilaf. Loh kok khilaf?! Maksudnya apa?!
Ada hal-hal yang terkadang sulit dilakukan ikhwan akhwat untuk menjaga interaksi itu. Misalnya nih, pada saat praktikum, akan banyak kemungkinan bagi ikhwan akhwat untuk bersentuhan. Eits, bersentuhan di sini bukan karena di sengaja loh, tapi memang kondisi praktikum yang membuatnya bisa seperti itu. Interaksi seperti ini mungkin masih bisa diwajarkan jika memang tidak bisa dihindari lagi. Tapi kalo masih bisa dihindari, ya di minimalisir.
Ada lagi misalnya, ketika ikhwan akhwat berkecimpung di sebuah organisasi. Entah itu organisasi seperti BEM atau Mushalla sekalipun. Adakalanya ketika berinteraksi di BEM misalnya, terkadang sulit untuk menundukkan pandangan atau tidak bercanda secara berlebihan. Hal ini mungkin masih bisa dimaklumi karena kondisinya yang cukup heterogen. Kalo kata seseorang: “ya, jangan kaku-kaku amat!” Tapi, kalo kondisinya lebih banyak orang yang paham akan batasan interaksi, apakah itu diwajarkan?! Dijawab sendiri ya sama diri masing-masing.
Namun akhirnya bukan pembenaran yang muncul dengan kondisi seperti itu. Ikhwan akhwat tetap harus menjaga interaksi. Atau kalaupun akhirnya memang tidak bisa dihindari untuk ‘mencair’, ya sudah lakukanlah interaksi itu sewajarnya. Ikhwan akhwat aktivis dakwah biasanya punya system pengentalan tersendiri. Tiap orang punya cara yang berbeda untuk ‘mengentalkan’ dirinya kembali.
Misalnya, Rama, seorang aktivis BEM, yang setiap melakukan ‘pencairan’ dan dia tersadar bahwa dirinya telah melakukan hal ‘pencairan’ tersebut, dia pun langsung ke sebuah ruangan, shalat dua rakaat. Temannya, Beno, yang melihat hal itu terus menerus heran. Kenapa heran?! Karena waktu itu bukan termasuk waktu Dhuha, lantas Rama itu shalat apa? Dengan rasa penasaran Beno pun bertanya kepada Rama yang baru selesai shalat.
“Akhi, ini kan bukan waktu Dhuha, dan tempat ini juga bukan masjid, Antum shalat apa, dua rakaat? Dhuha bukan, tahiyatul masjid juga bukan.”
“Akhi, sesungguhnya tadi kita telah melakukan ‘pencairan’, maka Ana melakukan pengentalan diri Ana dengan shalat sunnah dua rakaat. Agar diri ini tidak melakukan pembenaran atas apa yang barusan kita lakukan.”
Ya, tiap orang punya mekanisme pengentalan tersendiri. Ibarat suatu fluida, jika dia berada di tempat yang sempit atau berada di suatu pipa yang diameternya kecil, maka untuk dapat melewati itu, dia perlu mengurangi kekentalannya, sehingga fluida itupun dapat mengalir dengan lancar. Namun jika memang fluida itu telah berada di pipa dengan diameter yang lebih besar, maka kekentalannya perlu dikembalikan seperti semula agar mengalirnya fluida itu tetap konstan seperti aliran sebelumnya.
Bahkan, ikhwan akhwat yang berkecimpung di Mushalla pun tak terlepas dari hal ini. Kadang, walaupun interaksi di batasi dengan hijab pandangan, hijab hati belum tentu bisa di jamin. Ingat dulu yuk, firman Allah: “Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, dan mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu nyatakan. Dan Allah Maha Mengetahui segala isi hati” (QS 64:4).
Ingat! Apa yang tersembunyi dalam hati kita, Allah juga akan mengetahuinya. Bisa saja kelihatan dari luar, interaksi ikhwan akhwat biasa-biasa saja, namun ternyata di balik hatinya atau di balik hijab itu ada ‘sesuatu’ yang aneh dengan interaksi itu. Ya, semoga kita bukan termasuk ke dalamnya. Kalaupun sudah terlanjur berbuat seperti itu maka marilah kita sama-sama mengazamkan dalam diri untuk menjaga interaksi itu.
Ada kasus juga ikhwan yang curhat ke akhwat ataupun sebaliknya. Misalnya saling menganggap saudara sehingga dalam berinteraksi ya layaknya saudara kandung. Memang betul sih, bahwa persaudaraan yang dibangun ‘di sini’ atas dasar keimanan bukan pertalian darah. Walaupun hanya menjadikan tempat curhat dan gak lebih dari sekedar saudara, tapi sebaiknya tetap berhati-hati karena masalah hati gak ada yang tau. Tetap saja, itu bukan mahramnya kalaupun toh mau berakrab-akrab ria. Bisa aja hari ini curhat-curhatan, eh besoknya mulai timbul ‘rasa’ yang berbeda. Curhat berduaan akan menimbulkan kedekatan, lalu ikatan hati, kemudian dapat menimbulkan permainan hati yang bisa menganggu dakwah. Apalagi bila yang dicurhatkan tidak ada sangkut pautnya dengan dakwah. Atau bisa saja si ikhwan menganggap si akhwat sebagai saudara biasa, tapi ternyata si akhwat malah punya pandangan yang berbeda, begitupun sebaliknya. Yang lebih parah lagi nih, kalo orang-orang yang belum paham melihat hal itu, bisa-bisa mereka jadi illfeelsama ikhwan-akhwat. Atau terkadang, orang yang sudah paham pun malah menanggap hal yang nggak-nggak terjadi di antara interaksi itu, VMJ (Virus Merah Jambu), padahal mah tuh ikhwan dan tuh akhwat gak punya perasaan apa-apa, cuma sebatas saudara atau teman biasa. Mungkin ada benarnya juga kalo kita sebaiknya menjaga interaksi dengan lawan jenis, gak hanya berlaku terhadap ikhwan akhwat aja loh. Lebih baik menjaga bukan daripada terjadi fitnah?! Kalo mau curhat, ya utamakan sesama jenis dulu.
Nah, ada satu cerita yang menarik di sini.
Ada ikhwan, sebut saja Hendy yang curhat ke akhwat, sebut saja Mila, melalui SMS. Mereka beraktivitas dalam satu organisasi dan keduanya bisa di bilang aktivis dakwah.
Hendy: “Assalamu’alaikum. Mila, Ana merasa bersalah banget neh sama masalah yang kemarin. Itu semua gara-gara Ana. Ana tuh sampe gak bisa tidur mikirin masalah itu. Bawaannya grasak-grusuk mlulu.”
Mila gak langsung membalas sms itu. Dia meng-sms Leo yang memang dekat dengan Hendy.
Mila: “Assalamu’alaikum. Leo, tolong hibur Hendy ya, kayaknya dia masih kepikiran sama masalah yang kemarin.”
Mila meminta Leo untuk menghibur Hendy karena Mila tau bahwa Leo adalah teman dekat Hendy dan Leo tau masalah yang Hendy hadapi.
Leo: “Masalah yang mana? Ana barusan mabit bareng Hendy, tapi dia ga cerita apa-apa.”
Mila: “Masalah yang itu bla, bla, bla.”
Mila menjelaskan masalahnya.
Leo: “Ok. Nanti Ana coba ngomong ke Hendy.”
Memang begitulah seharusnya ketika ada seorang ikhwan ataupun akhwat yang curhat ke lawan jenisnya, maka tempat yang di curhatin itu seharusnya mengarahkan seseorang, ke sesama jenis, yang merupakan teman dekatnya sehingga si ikhwan ataupun akhwat bisa di tangani langsung tanpa lintas gender. Hal itu lebih menjaga bukan?!
Ada satu cerita lagi tentang ikhwan akhwat yang jarang sekali berinteraksi, namun ternyata keduanya sepertinya ‘klop’. Mereka menyadari hal itu. Si ikhwan punya perasaan sama akhwat, begitupun sebaliknya: masing-masing saling tahu, tanpa harus di nyatakan. Waktu terus berjalan, mereka pun saling memendam perasaan itu hingga akhir bangku perkuliahan usai. Hingga akhirnya, ada yang mengkhitbah si akhwat. Si akhwat pun meminta izin kepada si ikhwan (aneh!): betapa sakit hati si ikhwan begitu mengetahui si akhwat akan di khitbah ikhwan lain. Akhirnya, akhwat itu pun tetap melangsungkan pernikahan dan membiarkan si ikhwan dalam kesakithatiannya.
Duh, miris sekali ya. Padahal perasaan yang muncul di antara ikhwan akhwat itu tanpa interaksi yang intens.
Ok, yang terpenting adalah kita saling menasihati dengan cara yang terbaik. Kalau ikhwan yang melampaui batas kepada akhwat, akhwatnya harus tegas, demikian pula sebaliknya. Sesama ikhwan dan sesama akhwat juga harus ada yang saling mengingatkan dengan tegas. Ingat! tegas bukan berarti harus marah-marah karena kita tentunya tahu bahwa tak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Semua manusia tak luput dari yang namanya khilaf. Jika memang mengaku bahwa kita bersaudara, maka ingatkanlah! Tegurlah! Jangan biarkan saudara kita terjerembab.
Terkait dengan cinta, sekali lagi diingatkan bahwa akhwat juga bisa jatuh cinta,, ikhwan juga bisa jatuh cinta. Se-ikhwah-ikhwahnya ikhwah, mereka juga manusia yang punya rasa cinta, kagum, suka, dan benci.
Cinta bukanlah tujuan
Cinta adalah sarana untuk menggapai tujuan
Jangan kau sibuk mencari definisi dan makna cinta
Namun kau lalai terhadap Dzat yang menganugerahkan cinta
Dzat yang menumbuhsuburkan rasa cinta
Dzat yang memberikan kekuatan cinta
Dzat yang paling layak dicintai Allah, Sang Pemilik Cinta
Cinta memang tak kenal warna
Cinta tak kenal baik buruk
Cinta tak kenal rupa dan pertalian darah
Memang begitulah adanya
Karena yang mengenal baik buruk, warna dan rupa
Adalah sang pelaku cinta yang menggunakan akal pikirannya
Cinta bukanlah kata benda
Cinta adalah kata kerja
Cinta bukan sesuatu tanpa proses
Cinta itu butuh proses
Jangan mau kau terjatuh dalam cinta
Namun, bangunlah cinta itu
Bangunlah cinta dengan keimanan
Maka kau akan mengorbankan apa saja
Demi meraih keridhaan Sang Pemilik Cinta
Bangunlah cinta dengan ketakwaan
Maka kau tak kan gundah gulana
Ketika kehilangan cinta duniawi
Karna kau yakin Yang kau cari adalah cinta dan ridha Allah
Bukan cinta yang sementara
***
Semoga bermanfaat. Tulisan ini dibuat untuk mengingatkan diri sendiri yang sering lalai dalam menjaga interaksi. Entah itu di dunia nyata maupun dunia maya.
Saling mengingatkan ya!
*Kata ikhwan akhwat dalam tulisan ini telah mengalami penyempitan makna, lebih ke arah aktivis dakwah.
Sumber dakwatuna.com 

Minggu, 14 Oktober 2012

Jaga Aurat dari Maut

     Suatu kali, seorang akhwat dengan senyum tak enak berkata, “Mo gimana lagi, ane sebelum pake jilbab udah tinggal sama ipar. Jadi nggak enak aja kalo sekarang dengan dia pake tutupan segala.”
https://fbcdn-sphotos-a-a.akamaihd.net/hphotos-ak-prn1/c0.0.403.403/p403x403/525817_478606752160181_1137608108_n.jpg

Yang mendengar tentu langsung lemas. Masa’ ketika di luar, dari atas sampai bawah tertutup, giliran di rumah dibuka begitu saja.
Kejadian di atas adalah fakta yang penulis temui sekitar satu tahun lalu—mudah-mudahan akhwat tersebut kini berubah pikiran—dan kenangan itu kembali lagi setelah seorang siswi SMA menanyakan status iparnya pada penulis. Sebelumnya, seseorang juga pernah berkata, saudara ipar adalah mahram karena ikatan perkawinan. Hm, siapa bilang?
“Hindarilah berkhalwat (berduaan) dengan kaum wanita!” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan saudara ipar?” Rasulullah menjawab, “Berkhalwat dengan saudara ipar itu adalah maut!” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).

Akhwat Sejati


jilbab_4

Seorang remaja wanita bertanya kepada ibunya
ibu ceritakan kepadaku tentang akhwat sejati
sang ibu tersenyum dan menjawab
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari kulitnya yang halus
tetapi dari kasih sayangnya pada orang di sekitarnya
Akhwat sejati bukanlah terdengar dari suaranya yang merdu
tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di sekitarnya
tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa
Akhwat sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia dihormati dimanapun
tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah